Memandang Tanpa Pandangan

Recommended by 244 people
. in Reflection . 9 min read
Recommended by 244 people

Memandang tapi tanpa pandangan, ya tanpa pandangan. Pandangan dalam arti sebenarnya, pandangan mata. Bukan “pandangan” yang berarti persepsi. Tanpa pandangan “seutuhnya”, itu yang Aan alami hari ini. Ya kali ini muchad bercerita tapi dari cerita orang lain seperti yang muchad ungkap di Trik Menulis Cara 3. Tokoh utama kita kali ini sebut aja Aan. Sudah baca tulisan muchad lusa? yang muchad tulis di atas bus? Cerita kali ini adalah perjalanan Aan dari Kediri ke Malang yang juga penuh perjuangan, seperti apa ceritanya? Kira-kira seperti ini transkripnya hehe. Enaknya jadi sudut pandang orang pertama atau ketiga ya? Bingung ah, nikmati aja ceritanya..
 
Berawal dari informasi Weather Timeline di smartphone, akhirnya Aan memutuskan perjalanan kembali ke Malang maksimal pukul 12.30 harus sudah berangkat, karena pukul 12.00-13.00 prakiraan cuaca menunjukkan akan hujan tapi kemungkinannya dibawah 60%, dan untuk pukul 14.00 kemungkinan hujannya 80%. Jadi untuk amannya Aan ambil jam 12.00, tapi karena berbagai hal terpaksa baru bisa berangkat pukul 12.30, dan itu adalah batas maksimal aman (untuk menghindari hujan), (muchad said: beh..detil amat ni si Aan). Pukul 12.30 Aan berangkat menggunakan ojek. Dan benar saja, pukul 12.40 gerimis, dan 5 menit kemudian makin lebat. Akhirnya Aan minta bapak ojeknya untuk menepi sejenak, cukup sejenak saja karena di langit bagian selatan tampak jelas, 1 kilo meter di depan lumayan cerah.
 
Saat menepi ini masalah mulai muncul, saat turun dari motor, Aan membersihkan kacamata yang penuh dengan bekas air hujan. Saat membersihkan, tiba-tiba salah satu lensa lepas dari frame kacamata, wah kacau ni. Saat lihat framenya ternyata salah satu bagian sudah putus, wah lagi ni. Lensa yang lepas berhasil ditemukan, tapi kacamata pasti sudah tidak nyaman untuk digunakan. Akhirnya, kacamatanya Aan simpan saja dan melanjutkan perjalanan tanpa kacamata meski ini sangat berat maklum Aan minus 3 dan ada silindernya pula. Sebenarnya sudah Aan sampaikan ke bapak ojek untuk mampir toko untuk membeli lem untuk keadaan darurat, tapi melihat cuaca yang cerah Aan yakin bisa melaluinya tanpa kacamata.
Hujan mulai tampak tak terlalu lebat, perjalanan dilanjutkan, dan benar 1 kilometer kemudian terang benderang tanpa ada bekas hujan. Sesaat kemudian sampailah di jalan raya untuk menunggu bus umum setelah sebelumnya melalui beberapa desa yang dipisah hutan.
Setelah menunggu agak lama, bus datang dan menuju ke terminal Kediri untuk berganti bus berikutnya. Selama di bus, Aan tanpa kacamata dan aman. Meski, saat di bus Kediri – Malang agak sayang juga karena tidak bisa ikut menonton National Treasure 2 yang sedang diputar semenjak di terminal Kediri. Waktu di terminal ini tadi agak lucu juga sebenarnya, ada dua cewek yang tiba-tiba masuk, duduk dan saling bercerita ke temannya: “itu film Fast Furious 7 ya?!!”. Aan yang sebelumnya cuek dengan film di monitor depan pun akhirnya penasaran, masa sih Fast Seven??, bukannya ini suaranya Nicolas Cage. Meski duduk nomor dua dari belakang (depannya kursi panjang yang paling belakang), Aan coba fokus ke monintor. Betul ni Nicholas Cage. Nicolas Cage kok ada adegan menggunakan gadgetnya ya? Ou ini national treasure tapi yang pertama atau yang kedua ya? Tu ada adegan dah akrab dengan ceweknya berarti ini yang kedua. (muchad said: Hehe ga penting ya, ngapain muchad transkrip juga?! Terlanjur ketulis, sayang kalo dihapus, nulis tu ga mudah hehe).
 
Lanjut ke cerita utama, saat bus sampai Pujon ternyata macet. Macet karena ternyata banyak bus besar yang usai pariwisata di Batu. Banyak adegan-adegan ngeri saat berpapasan dengan bus besar itu, sampai seluruh penumpang melihat laju-laju bus besar yang wow itu, meski jalan sempit dan berliku, bus-bus tersebut bisa jalan mulus tanpa bersenggolan atau terperosok meski hanya tinggal sekian centi. Bus besar tersebut didominasi bus pariwisata dari salah satu perusahaan rokok yang dikawal oleh mobil patroli dan diikuti mobil ambulan.
 
Selain menegangkan melihat bus besar itu, bus yang Aan tumpangi pun tidak kalah menegangkan. Coba bayangkan, saat jalan menanjak busnya mogok, dinyalakan sampai 5 kali tidak berhasil sehingga mundur dan mundur, para penumpang tegang dan khawatir karena kita di tikungan yang menanjak dan sedang macet. Sampai ada penumpang langsung lari keluar khawatir bus terus-terusan tidak kuat menyala dan menabrak mobil di belakangnya yang tidak mungkin bisa menghindar karena macet masih mengular panjang. Akhirnya setelah percobaaan berkali-kali dan sudah mendekati mobil di belakang, bus berhasil melaju kembali meski beberapa kali sempat mogok kembali.
 
Karena macet, hari mulai gelap pun bus belum juga sampai Malang. Saat di Batu bus melalui jalan alternatif meski akhirnya saat kembali ke jalan utama terkena macet kembali. Saat menjelang Terminal Landungsari, kok rasanya jalan-jalan pada gelap semua ya.. apa karena Aan tidak menggunakan kacamata?!? Ou ternyata listrik padam dan begitu pula di terminal Landungsari. Saat turun dari bus, Aan sudah agak bingung, maklum listrik padam dan tanpa kacamata. Saat akan ambil motor di penitipan pun makin parah, tidak ada lampu sama sekali, petugas yang jaga hanya menggunaka senter untuk mencari sepeda motor. Untung Aan hafal betul lokasi sepeda motornya, jadi cukup mudah untuk menemukannya meski gelap gulita dan cahaya senter yang terbatas.
 
 
Mengendari Motor dengan Sebelah Mata
Kini masalahnya adalah, bagaimana caranya pulang mengendarai sepeda motor pada malam hari tanpa kacamata? Atau menggunakan kacamata yang lensanya tinggal sebelah kanan saja? Bismillah, akhirnya Aan putuskan untuk mengenakan kacamata yang hanya satu lensa itu. Pasti tidak nyaman kan di mata, yang satu jelas yang satu tidak jelas, akhirnya pusing deh dan pastinya pandangan tetap kabur. Untuk memperoleh pandangan yang jelas, Aan harus memejamkan mata sebelah kiri. Ya, hanya mengandalkan satu mata saja dibantu dengan lensa kacamata yang tersisa sebelah kanan. Wah ternyata, menutup sebelah mata itu menganggu keseimbangan. Ya, tidak cukup seimbang untuk menentukan jalur terbaik untuk motor kita, terlebih bila berhadapan dengan mobil di jalan yang sempit, perkiraan jaraknya harus benar-benar tepat, dari jauh seolah sudah tepat namun saat sudah dekat ternyata terlalu mepet, sehingga bila berhadapan dengan mobil Aan cek dua kali, dengan sebelah mata untuk melihat detil mobilnya dengan jelas maupun dengan kedua mata meski dengan pandangan yang tidak jelas tapi setidaknya bisa mengukur posisi dengan lebih tepat.
 
Begitulah berkendara dengan satu mata, mau coba? Alhamdulillah ni si Aan bisa melaluinya, tetap dengan kecepatan standar dan saat di Dinoyo melalui jalan kampung agar lebih cepat dan berharap tidak terlalu banyak rintangan tapi tetap saja jalanan rame. Oya, Aan di Dinoyo sebenarnya mau mampir beli makan malam gule, tapi berhubung cuma menggunakan sebelah mata, ya..kelewatan hehe. Dan tidak mungkin putar balik, cukup berbahaya maklum jalan utama Dinoyo ramai sekali. Maklumnya juga Aan ini kan rabun jauh…di saat di kira jalan lenggang karena terlihat “seolah” kosong ternyata pas belok tiba-tiba sudah di depan mata kendaraan lawan sudah dekat kan jadi konyol. Akhirnya Aan mencari target makan malam lain di titik yang Aan benar-benar hafal dan mudah menepi. Dan bersegera pulang. Alhamdulillah sampai rumah tepat saat Moto GP dimulai, tapi sayangnya Valentino Rossi harus minggir duluan, tapi setidaknya balapan cukup menghibur berkat akhir lap antara Lorenzo dan Marquez.
muchad said: selamat buat Aan yang dah berhasil nonton Moto GP hehe, di rumah muchad listrik padam hoho. Mungkin nanti malam kalau sempat, nonton rekamannya di TV On Demand.
 



Responses
 
Write a response...
Your email address will not be published. Required fields are marked *