MADZHAB DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM ISLAM

Recommended by 254 people
. in Tutorial . 25 min read
Recommended by 254 people
2.1 Pengertian Madzhab
Kata-kata madzhab merupakan sighat isim makan dari fi’il madli dzahaba. Dzahaba artinya pergi; oleh karena itu madzhab artinya: tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah: maslak, thariiqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan atau cara. Demikian pengertian madzhab menurut bahasa.
Pengertian madzhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah: “Sejumlah fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya.”
Setiap madzhab memiliki guru dan tokoh-tokoh yang mengembangkannya. Biasanya mereka mempunyai lembaga pendididikan yang mengajarkan ilmu-ilmu kepada ribuan muridnya. Berkembangnya suatu madzhab di sebuah wilayah sangat bergantung dari banyak hal. Salah satunya dari keberadaan pusat-pusat pengajaran madzhab itu sendiri.
Selain itu sedikit banyak dipengaruhi juga oleh madzhab yang dianut oleh penguasa, dimana penguasa biasanya mendirikan universitas keagamaan dan mengajarkan madzhab tertentu di dalamnya. Nanti para mahasiswa yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia akan membuka perguruan tinggi dan akan menyebarkan madzhab trsebut di negeri masing-masing.
Bila pengelolaan perguruan itu berjalan baik dan berhasil, biasanya akan mempengaruhi ragam madzhab penduduk suatu negeri. Di Mesir misalnya, madzhab As-Syafi’i di sana berhasil mengajarkan dan mendirikan perguruan tinggi, lalu punya banyak murid di antaranya dari Indonesia. Maka di kemudian hari, madzhab As-Syafi’i pun berkembang banyak di Indonesia.

2.2 Macam-Macam Madzhab
Madzhab Hanafi
Pendiri madzhab Hanafi ialah: Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An Nu’man.
Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama Tabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Madzhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi madzhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak (Ahlu Ra’yi). Maka disebut juga madzhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
Dasar-dasar Madzhab Hanafi
Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok, yaitu: Al Qur’an, As Sunnah, Perkataan para Sahabat, Al Qiyas, Al Istihsan, Ijma’ dan Uruf.
Murid-murid Abu Hanifah adalah sebagai berikut :
a. Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari (113-183 H)
b. Zufar bin Hujail bin Qais al Kufi (110-158 H)
c. Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani (132-189 H)
d. Hasan bin Ziyad Al Lu’lu Al Kufi Maulana Al Anshari (….-204 H).
Daerah-daerah Penganut Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak),kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Dan sekarang ini madzhab Hanafi merupakan madzhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Dan madzhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan,Pakistan,Turkistan,Muslimin India dan Tiongkok.
Madzhab Maliki
Madzhab Maliki adalah merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Nama lengkap dari pendiri madzhab ini ialah: Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadis Rasulullah SAW.
Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam (tokoh) negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.
Dasar-dasar Madzhab Maliki
Dasar-dasar madzhab Maliki diperinci dan diperjelas sampai tujuh belas pokok (dasar) yaitu :
•    Nashul Kitab
•    Dzaahirul Kitab (umum)
•    Dalilul Kitab (mafhum mukhalafah)
•    Mafhum muwafaqah
•    Tanbihul Kitab, terhadap illat
•    Nash-nash Sunnah
•    Dzahirus Sunnah
•    Dalilus Sunnah
•    Mafhum Sunnah
•    Tanbihus Sunnah
•    Ijma’
•    Qiyas
•    Amalu Ahlil Madinah
•    Qaul Shahabi
•    Istihsan
•    Muraa’atul Khilaaf
•    Saddud Dzaraa’i.
Sahabat-sahabat Imam Maliki dan Pengembangan Madzhabnya
Di antara ulama-ulama Mesir yang berkunjung ke Medinah dan belajar pada Imam Malik ialah :
1.    Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim.
2.    Abu Abdillah Abdur Rahman bin Qasim al Utaqy.
3.    Asyhab bin Abdul Aziz al Qaisi.
4.    Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam.
5.    Asbagh bin Farj al Umawi.
6.    Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam.
7.    Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al Iskandari.
Adapun ulama-ulama yang mengembangkan madzhab Maliki di Afrika dan Andalus ialah :
1.    Abu Abdillah Ziyad bin Abdur Rahman al Qurthubi.
2.    Isa bin Dinar al Andalusi.
3.    Yahya bin Yahya bin Katsir Al Laitsi.
4.    Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman As Sulami.
5.    Abdul Hasan Ali bin Ziyad At Tunisi.
6.    Asad bin Furat.
7.    Abdus Salam bin Said At Tanukhi.
Sedang Fuqaha-fuqaha Malikiyah yang terkenal sesudah generasi tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1.    Abdul Walid al Baji
2.    Abdul Hasan Al Lakhami
3.    Ibnu Rusyd Al Kabir
4.    Ibnu Rusyd Al Hafiz
5.    Ibnu ‘Arabi
6.    Ibnul Qasim bin Jizzi
Daerah-daerah yang Menganut Madzhab Maliki
Awal mulanya tersebar di daerah Medinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.
Madzhab Syafi’i
Madzhab ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Guzah (Siria) tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Madzhab yang pertama.
Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia sembilan tahun. Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir; kemudian beliau mempelajari hadits dan fiqh.
Madzhab Syafi’i terdiri dari dua macam; berdasarkan atas masa dan tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu madzhab yang dibentuk sewaktu hidup di Irak. Dan yang kedua ialah Qaul Jadid; yaitu madzhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.
Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari madzhabnya ialah: Al-Um.
Da
sa
r-dasar Madzhab Syafi’i
Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi’i dalam mengistinbat hukum sysra’ adalah:
1.    Al Kitab.
2.    Sunnah Mutawatirah.
3.    Al Ijma’.
4.    Khabar Ahad
5.    Al Qiyas.
6.    Al Istishab.
Sahabat-sahabat beliau yang berasal dari Irak antara lain :
1.    Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid bin Yaman al-Kalabi al-Bagdadi.
2.    Ahmad bin Hanbal yang menjadi Imam Madzhab keeempat.
3.    Hasan bin Muhammad bin Shabah Az Za’farani al-Bagdadi.
4.    Abu Ali Al Husain bin Ali Al Karabisi.
5.    Ahmad bin Yahya bin Abdul Aziz al Bagdadi.
Adapun sahabat beliau dari Mesir :
1.    Yusuf bin Yahya al Buwaithi al Misri.
2.    Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al Muzani al Misri.
3.    Rabi’ bin Abdul Jabbar al Muradi.
4.    Harmalah bin Tahya bin Abdullah Attayibi
5.    Yunus bin Abdul A’la Asshodafi al Misri.
6.    Abu Bakar Muhammad bin Ahmad.

Daerah-daerah yang Menganut Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di : Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.

Madzhab Hambali
Pendiri Madzhab Hambali ialah: Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain: Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.
Dasar-dasar Madzhabnya
Adapun dasar-dasar madzhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah :
1.    Nash Al Qur-an atau nash hadits.
2.    Fatwa sebagian Sahabat.
3.    Pendapat sebagian Sahabat.
4.    Hadits Mursal atau Hadits Doif.
5.    Qiyas.
Dalam menjelaskan dasar-dasar fatwa Ahmad bin Hanbal ini didalam kitabnya I’laamul Muwaaqi’in.
Pengembang-pengembang Madzhabnya
Adapun ulama-ulama yang mengembangkan madzhab Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut:
1.    Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama Al Atsram; dia telah mengarang Assunan Fil Fiqhi ‘Alaa Madzhabi Ahamd.
2.    Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al Marwazi yang mengarang kitab As Sunan Bisyawaahidil Hadis.
3.    Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al Marwazi dan termasuk ashab Ahmad terbesar yang mengarang kitab As Sunan Fil Fiqhi.
Ada beberapa ulama yang mengikuti jejak langkah Imam Ahmad yang menyebarkan madzhab Hambali, diantaranya :
1.    Muwaquddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi yang mengarang kitab Al Mughni.
2.    Syamsuddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi pengarang Assyarhul Kabiir.
3.    Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah pengarang kitab terkenal Al Fataawa.
4.    Ibnul Qaiyim al Jauziyah pengarang kitab I’laamul Muwaaqi’in dan Atturuqul Hukmiyyah fis Siyaasatis Syar’iyyah.Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qaiyim adalah dua tokoh yang membela dan mengembangkan madzhab Hambali.
Beberapa Madzhab Yang Lain
Sunni
Sunni atau lebih dikenal dengan Ahlus-Sunnah wal Jama’ah pada awal mula perkembangannya banyak memiliki aliran, ada beberapa sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in yang dikenal memiliki aliran masing-masing. Sampai kemudian terdapat empat madzhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim

Ja’fari
Madzhab Ja’fari atau Madzhab Dua Belas Imam (Itsna ‘Asyariah) adalah madzhab dengan penganut yang terbesar dalam Muslim Syi’ah. Dinisbatkan kepada Imam ke-6, yaitu Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Keimaman kemudian berlanjut yaitu sampai Muhammad al-Mahdi bin Hasan al-Asykari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kadzim bin Ja’far ash-Shadiq. Madzhab ini menjadi madzhab resmi dari Negara Republik Islam Iran.

Ismailiyah
Madzhab Ismaili atau Madzhab Tujuh Imam berpendapat bahwa Ismail bin Ja’far adalah Imam pengganti ayahnya Jafar as-Sadiq, bukan saudaranya Musa al-Kadzim. Dinisbatkan kepada Ismail bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Garis Imam Ismailiyah sampai ke Imam-imam Aga Khan, yang mengklaim sebagai keturunannya.

Zaidiyah
Madzhab Zaidi atau Madzhab Lima Imam berpendapat bahwa Zaid bin Ali merupakan pengganti yang berhak atas keimaman dari ayahnya Ali Zainal Abidin, ketimbang saudara tirinya, Muhammad al-Baqir. Dinisbatkan kepada Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Setelah kematian imam ke-4, Ali Zainal Abidin, yang ditunjuk sebagai imam selanjutnya adalah anak sulung beliau yang bernama Muhammad al-Baqir, yang kemudian diteruskan oleh Ja’far ash-Shadiq. Zaid bin Ali menyatakan bahwa imam itu harus melawan penguasa yang zalim dengan pedang. Setelah Zaid bin Ali syahid pada masa Bani Umayyah, ia digantikan anaknya Yahya bin Zaid.
Khawarij
Madzhab Khawarij mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya karena melakukan takhrif (perdamaian} dengan Muawiyah bin Abu Sufyan yang mereka anggap zalim. Awalnya madzhab ini berpusat di daerah Irak bagian selatan. Kaum Khawarij umumnya fanatik dan keras dalam membela madzhabnya, serta memiliki pemahaman tekstual Al-Quran yang berbeda dari Sunni dan Syi’ah.

2.3 Peran Madzhab dalam Sejarah Perkembangan Hukum Islam
Pada masa Muhammad SAW kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Pengertian fiqh pada masa itu identik dengan syarat, karena penentuan hukum terhadap suatu masalah seluruhnya dikembalikan kepada Rasulullah SAW.
Sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu’awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam (Tahun 41 H./661 M) sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yang akan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-Khattab menjadi khalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat. Persoalan hukum pada periode ini sudah semakin kompleks dengan semakin banyaknya pemeluk Islam dari berbagai etnis dengan budaya masing-masing.
Awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Semangat para fuqaha melakukan ijtihad dalam periode ini juga mengawali munculnya madzhab-madzhab fiqh, yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Upaya ijtihad tidak hanya dilakukan untuk keperluan praktis masa itu, tetapi juga membahas persoalan-persoalan yang mungkin akan terjadi yang dikenal dengan istilah fiqh taqdiri (fiqh hipotetis).
 
Mulai pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing madzhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka. Periode ini ditandai dengan melemahnya semangat ijtihad di kalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak berpegang pada hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam madzhab mereka masing-masing, sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip madzhab yang mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-madzhab (mujtahid
yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam madzhabnya). Akibat dari tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan ijtihad secara mandiri, muncullah sikap at-ta’assub al-madzhabi (sikap fanatik buta terhadap satu madzhab) sehingga setiap ulama berusaha untuk mempertahankan madzhab imamnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya di zaman modern, ulama fiqh mempunyai kecenderungan kuat untuk melihat berbagai pendapat dari berbagai madzhab fiqh sebagai satu kesatuan yang tidak dipisahkan.

2.4 Sebab-Sebab Perbedaan antar Madzhab

Hasan Al-Banna dalam risalahnya berjudul Da’watuna menyebutkan sebab-sebab yang paling esensial penyebab perbedaan antar madzhab yaitu:

1.    Perbedaan kekuatan akal dalam melakukan istinbath ‘deduksi hukum’, dalam memahami dalil-dalil, menyelami kandungan makna, dan dalam menghubungkan antara hakikat yang satu dengan hakikat yang lain. Agama merupakan gabungan dari ayat-ayat, hadist-hadist, dan nash-nash yang ditafsirkan oleh akal pikiran melalui batasan-batasan bahasa dan kaidahnya.Dalam hal ini, setiap orng pasti saling berbeda. Karena itu, perbedaan adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari.
2.    Adanya kenyataan perbedaan banyak dan sedikitnya ilmu seseorang. Dalam artian, ada ilmu yang telah sampai kepada seseorang, namun tidak sampai kepada orang lain, orang ini keilmuannya begini dan orang itu keilmuannya begitu. Karena itu, Imam Malik pernah berkata kepada Abu Ja’far al-Manshuri ketika ingin memaksa semua orang untuk menggunakan kitab al-Muwaththa’, “Adalah para sahabat Rasulullah tersebar di berbagai penjuru negeri, dan pada setiap kaum mempunyai corak keilmuan sendiri. Jika kau mambawa semua orang kepada satu pendapat, maka hal itu akan menimbulkan fitnah.”
3.    Perbedaan kondisi dan lingkungan. Karenanya, kita melihat fikih penduduk Irak berbeda dengan fikih penduduk orang2 Hijaz. Bahkan kita menyaksikan bahwa pendapat seorang ahli fikih yang sama pada kondisi dan lingkungan tertentu, dapat berbeda pendapatnya pada kondisi dan lingkungan yang lain. Kita bisa melihat bagaimana Imam Syafi’i berfatwa dengan menggunakan qaul qadiim (hasil ijtihadnya sebelum masuk mesir di Irak) dan berfatwa dengan menggunakan qaul jadiid (hasil ijtihad setelah masuk mesir). Padahal, pada kedua pendapat tersebut sama-sama ia ambil dari konsep dan pandangan  yang jelas dan benar menurutnya. Hal ini tidak berarti ia menyimpangkan kebenaran di dalam dua pendapatnya tersebut.
4.    Perbedaan kemantapan hati terhadap suatu riwayat ketika menerimanya. Kita menemukan seorang perawi menurut seorang imam adalah tsiqah (terpercaya). Karenanya, imam tersebut jiwanya merasa tenang, dan dirinya merasa baik. Maka,ia merasa baik mengambil riwayat darinya. Dan menurut imam yang lain perawi itu cacat, setelah diketahui dari keadaanya (yang membuat cacat)
5.    Perbedaan dalam menentukan kualitas indikasi dalil. Misalnya, imam ini berpendapat bahwa praktek yang dilakukan orang-orang didahulukan atas hadist ahad, namun imam yang lain tidak setuju dengan hal tersebut. Atau imam ini mengambil dan mengamalkan hadist mursal, tapi imam yang lain tidak.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan kajian tentang cara madzhab dan perannya dalam pembentukan hukum Islam dapat disimpulkan:
1)    Pengertian madzhab menurut bahasa, merupakan sighat isim makan dari fi’il madli dzahaba. Dzahaba artinya pergi; oleh karena itu madzhab artinya: tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah: maslak, thariiqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan atau cara.
Mazdhab menurut istilah, merupakan sejumlah fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya.
2)    Macam-macam madzhab antara lain:
•    Madzhab Hanafi
•    Madzhab Maliki
•    Madzhab Syafi’i
•    Madzhab Hambali
Dan, beberapa madzhab yang lain:
•    Sunni
•    Jafari
•    Ismailiyah
•    Zaidiyah
•    Khawarij
3)    Pada dasarnya, peran madzhab dalam sejarah hukum Islam adalah berawal dari semangat para fuqaha melakukan ijtihad sebagai upaya dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat yang semakin kompleks.
4)    Sebab-sebab perbedaan antar madzhab:
•    Adanya perbedaan akal melakukan istinbath.
•    Adanya kenyataan perbedaan banyak dan sedikitnya ilmu seseorang Dalam artian, ada ilmu yang telah sampai kepada seseorang, namun tidak sampai kepada orang lain, orang ini keilmuannya begini dan orang itu keilmuannya begitu.
•    Perbedaan kondisi dan lingkungan
•    Perbedaan kemantapan hati terhadap suatu riwayat ketika menerimanya.
•    Perbedaan dalam menentukan kualitas indikasi dalil.
3.2 Saran
    Berdasarkan simpulan di atas, disarankan kepada seluruh umat Islam untuk memegang teguh kembali ajaran Al Qur’an dan sunnah serta berusaha untuk terus mempelajari khazanah Islam yang saat sudah mulai tersapu oleh budaya non-Islam. Diharapkan pula kepada umat Islam untuk berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari sebab-sebab perpecahan baik antar madzhab maupun umat guna menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam.
[Mukhlish muchad Fuadi: 3rd Semester 2007]

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab
http://id.wikipedia.org/wiki/MazhabHanafi
http://id.wikipedia.org/wiki/MazhabHambali
http://id.wikipedia.org/wiki/MazhabMaliki
http://id.wikipedia.org/wiki/MazhabSyafi’i
www.darulfuqaha.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=20
http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/6/1/pustaka-100.html
http://risalaty.multiply.com/journal/item/3/Sebab-Sebab_Perbedaan_Dalam_Islam



Responses
 
Write a response...
Your email address will not be published. Required fields are marked *

muchad.com Comments List